RAHASIA MEMAAFKAN 2



RAHASIA MEMAAFKAN (2/3)

CUCU: Lho kan lagi Nyawal Mbah?!

MBAH: Oh ya… 
Ok, siapa bilang orang yang dizhalimi, dikhianati, ditipu, jadi terpuruk … susah hidupnya. Mereka yang terpuruk itu adalah yang mudah menyerah. Mbah mau tanya, kalau kau terjatuh atau dijatuhkan kau berdiri lagi atau tidak?

CUCU: Itu sih jawabnya jelas berdiri lagi, Mbah.

MBAH: Mbah sekarang tidak akan membahas itu. Sekarang kita bicara masalah memaafkan. Kalau ada benda yang kau “kira” bermanfaat tapi sangat panas apakah akan kau simpan di kantongmu?

CUCU: Ngapain nyimpan benda panas yang belum jelas manfaatnya?!

MBAH: Dendam yang kau simpan di hati itu seperti api dalam sekam. Setiap kau ingat kejadian itu, suasana hatimu jadi tidak enak, wajahmu jadi muram, ucapanmu tiba-tiba berubah kasar, detak jantungmu meningkat, otakmu akan mengeluarkan macam-macam hormon yang saling menetralkan, akibatnya badanmu jadi tidak karuan … lesu, dll. dsb. Rentetannya sangat banyak. Kau yang biasa bersemangat, tiba-tiba menjadi tidak produktif. Masih banyak hal-hal lain yang sangat membahayakan.

CUCU: Tapi cara menghilangkan dendam itu gimana Mbah?

MBAH: Cara yang pertama yang harus kau lakukan, adalah mencari hikmah dari kejadian itu. Semua kejadian buruk yang menimpamu pasti ada hikmahnya.

CUCU: Kalau tidak ada gimana Mbah?

MBAH: Pasti ada. Semakin kau renungkan, semakin banyak hikmah yang kau raih. Semakin banyak hikmah yang kau raih, kau akan menjadi semakin tegar. Boleh jadi pada akhirnya, kau bukannya bersedih, tapi malah bersyukur karena merasa beruntung dengan kejadian itu. Bahkan terkadang kau merasa, bahwa seharusnya kau berterimakasih kepada orang yang merugikanmu itu. Tapi tentu itu tidak kau lakukan, karena saat itu, melihat mukanya aja kau bisa muak. 

CUCU: Ini tentunya untuk orang yang mau bangkit kembali ya Mbah, bukan orang yang lebih senang meratapi nasibnya?

MBAH: Benar … persis … Mbah punya cerita nyata. Mau mendengarkan?

CUCU: True story ya Mbah?

MBAH: (Oopo kae … ra mudeng) Ya ya stori tu. Dulu di Yaman ada seorang kiai diminta untuk mengurus harta janda dan anak yatim oleh sultan di daerahnya. Ia menolak. Sultan itu berulang kali memintanya tapi selalu ditolak.
Sang sultan marah lalu memerintahkan hamba sahayanya untuk membunuh si kiai. Kata sultan, “Bunuh kiai itu, kalau tidak berhasil, kau yang kubunuh!” Si hamba sahaya setiap hari mengikuti sang kiai, mencari kesempatan untuk melaksanakan niatnya. Suatu hari sang kiai keluar ke pinggir kota, bersilaturahim kepada salah seorang temannya. Ketika beliau keluar dari rumah temannya, hamba sahaya itu mendekat, dan menembak ke arah dadanya. Peluru melesat menembus dada sang kiai.

CUCU: Terus gimana Mbah?

MBAH: Sang kiai terhuyung-huyung dan terjatuh. Ia sempat melihat si penembak dan memaafkannya.

CUCU: Mbah, mengapa perbuatan sekeji itu dimaafkan Mbah?

MBAH: Coba kau pikir, kira-kira apa yang sedang terjadi? Sekarang ini kita sedang mencoba memahami cara berpikir orang saleh.

(bersambung)

Comments